Thursday, December 5, 2019

Berawal dari Lomba Menulis


Aku tak pernah bercita-cita ingin menjadi seorang penulis. Aku hanya seorang yang senang membaca. Novel fiksi dan cerita-cerita pendek adalah jenis bacaan kesukaanku. Saking senangnya, ada beberapa kisah yang membuatku enggan menuntaskannya. Tapi, ada juga cerita yang sangat kusayangkan endingnya. Pernah sesekali aku membayangkan bagaimana jika aku sendiri yang mengarang cerita-cerita tersebut. Tentu itu akan membawa kepuasan tersendiri. 

Aku tak hanya menjadi pembaca saja tapi juga menjadi penulis.  Tak sekadar membaca tapi juga memiliki sesuatu untuk dibaca. 

Hingga pada suatu hari aku tertarik pada sebuah lomba. Hadiahnya tidak besar. Tak ada uang. Hanya ada bukti berupa buku terbit. Entah mengapa aku merasa ingin sekali mencobanya. Setelah membaca persyaratan lombanya, aku pun memulai karya pertamaku.

Tapi ...


"Apa yang harus kutulis?"

Pertanyaan itu menyergapku seketika. Butuh waktu yang panjang untuk menemukan jawabannya. Rak buku menjadi salah satu jalan yang kupilih untuk mencari jawabannya. 

Kucari lagi kisah-kisah yang meninggalkan kesan mendalam untukku kemudian membacanya kembali. Sembari membaca, aku mencatat tiap alur dari kisah tersebut. Aku membuat ringkasannya lalu mempelajari struktur membangun sebuah cerita.


Dari situ aku mulai merangkai kisah yang aku inginkan. Merajutnya perlahan-lahan menjadi satu cerita penuh dan utuh. Tugasku belum selesai walau kisah itu sudah terasa lengkap. Ketika aku membacanya lagi beberapa hari kemudian, masih kutemukan banyak lubang tanya.

Kutelusuri kembali bagian yang menurutku mengganjal itu. Kuatur kembali alurnya dan mengubah sana-sini. Ketika aku merasa sudah cukup, kudiamkan kembali sampai beberapa hari.

Saat membacanya lagi dan lagi, barulah aku mengirim naskah itu. Dalam hati aku sungguh berharap-harap naskah itu "sampai" pada dewan juri - tak hanya naskah secara fisik tapi juga isinya. Aku begitu cemas menantikan waktu pengumuman untuk pemenang lomba - yang pada akhirnya tak kumenangkan juga.

Kalah bukan berarti tak bisa.
Kalah bukan akhir dari segalanya.


Setelah hari itu, tak kusangka semangatku malah kian menggebu. Kucoba dan kucoba lagi. Tapi selalu gagal yang kuperoleh. Aku putus asa namun belum ingin menyerah.

Bagiku, menulis sungguh asyik. Menulis tak hanya membantuku memahami pikiranku tapi juga menolongku menemukan solusi dengan lebih cepat. Otak pun rasanya bisa bekerja (berpikir) dengan lebih terstruktur. Pikiran yang seringkali tercabang-cabang dan tak tahu harus bagaimana, akhirnya menemukan jalannya sendiri ketika kutuliskan di kertas.

Menulis pun punya waktu sendiri dalam waktu dua puluh empat jamku. Walau kadang tak sampai lima belas menit, aku berusaha meluangkan waktu untuk membuat beberapa kalimat.

Aku begitu senang bisa membuat satu cerita utuh dan membagikannya pada kalian. Selain ingin menghibur, ada pesan yang kuselipkan dalam tiap ceritaku. Komentar dan tanggapan positif-negatif menjadi semangat baru dalam hidupku yang awalnya belum menemukan tujuan.

Kini, portal-portal digital yang dapat mengunggah tulisan kian banyak bermunculan. Semoga kelak semakin banyak orang yang suka menulis. Sebab, kegiatan menulis bisa menjadi salah satu kegiatan positif untuk mengembangkan diri. Akan lebih baik lagi bila ingin menjadikannya sebuah profesi. Tentunya ada honor yang bisa didapatkan dari tiap naskah yang lolos di media nasional maupun media daring.
Comments


EmoticonEmoticon